Hay… apa kabar semua….
Lama
lagi aku ngga ngobrol disini… hah… kmrn maaf sedikit bokis tentang aku adalah
wartawan… hhehehehe… aku bukan wartawan. Aku cari info buat ngembangin progam
marketingku hehehehe. Maaf uda bo’ong. Ok, jujur, memang aku wajib liputan. Tp
Cuma 2 minggu dan kusus untuk berita ekonomi bisnis hehehehe.. tapi di sisilain
setiap malam aku mengembangkan data dan progam yang di buat sebelumnya oleh
Jawa Pos Radar Magelang. Jadi jabatanku adalah manajer Marketing. Hahahahaha..
beneran ngga bokis… jangan pikir muluk-muluk manajer ya ngga bedalah, bagian
dari industri.. tetep aja kaya pegawai lainnya.. semua have fun…
Work…Work…Work….
Ok
itu pembukaanku, dari tulisan kacau balau ini.. hehehe.. aku pengen cerita
tentang waktu aku kerja kemarin aja, setalah sering pindah kerja, sering kali
aku mendapat lingkungan kerja yang aku suka, tapi seperti pekerjaan lain yang
lingkungan kerjanya aku suka, ngga bertahan lama. Yah.. progam yang kubuat
harus kandas, karena Radar Magelang -kami biasanya menyebutnya dengan RaMa-
harus bergabung dengan Jawapos Radar Jogja karena persoalan internal…
Ssssstttt…mau tau kenapa?? Rahasia donk… mau tau aja dee ah….
Hehehehe
bukan masalah nyamannya lingkungan kerjaku, tapi baru pertamakali aku punya
pemimpin yang bisa mendengar saran anak buahnya dengan baik, mempertimbangkan
saran tersebut hingga mengajari menjadi seorang pemimpin dengan contoh. Jangan
bilang ma Pak. Hakim ya… dia sering bilang “jancuk” kl lagi kesel liat koran
yang terbit cetaknya jelek atau ada kesalahan redaksi, wartawan, ataupun lay
out.
Ya pimpinanku saat itu adalah M.
Khakim Kaserat, biasanya di panggil dengan Pak. Hakim. Ada pengalaman menarik
yang mungkin bisa aku share dengan kalian. Pernah suatu ketika progam marketing
yang ku buat sudah sangat perfect dari segi konsep. Tapi, karena pengetahuan
soal cetakan koranku masi ngga ada kala itu, eksekusi cetaknya jelek dan banyak
kesalahan. Hal tersebut membuat Pak. Hakim marah besar. Masih ingat aku P.
Hakim bilang sambil marah-marah (tanpa membentak – tapi serem Sob-) gila ampe
ngga brani ngomong yang lain selain.. “iya pak, maaf pak” terus berulang-ulang.
P. Hakim marah dan membuka
perbincangan dengan “hari ini (12 maret 2012/ 09.15 wib) emosi liat koran, ngga
ada yang bener” sumpah sob, hari itu korannya ancur bgt, uda cetaknya mbayang,
ada iklan yang salah, berita ngga bagus, tayangan progam marketing perdana juga
rusak (ngga kebaca). “kamu ngga profesional, kok bisa kaya giini tu knapa??
,emosi liat koran hari ini, kamu harusnya ngawasi progam kamu, ngga maen bikin
trus di tinggal gitu aja. Kalau hasilnya kaya gini mendingan ngga usah buat
progam aja” lanjutnya. Nah, saat di marahin ya aku Cuma bisa bilang “iya pak,
maaf pak” ngga ada yang laen, tapi ucapan itu ngga membuatku marah, walauopun
malam sebelumnya aku mengawasi progamku saat di lay out.
pasukan Radar Magelang Jawa Pos Group - tengah -kumisan - Justin- tersenyum dengan kumis menggoda |
Selain
ngga buat aku marah, kalimat itu tanpa aku sadari membuat aku semakin semangat
dan semakin teliti. Lalu saat pak Hakim selesai marah, aku langsung memunculkan
solusi. Lalu aku masuk keruanganku, dan diskusi dengan lay out-ernya (namanya
Kukuh, seorang bujang ceria, sopan dan baik hati, 31 tahun) hehehehe aku
promoin mas… hehehehe. Langsung deh bikin revisi dari solusi, lalu mencari-cari
pemasalahan pokoknya knapa progam tersebut jadi tidak terbaca. Progam
berikutnya tidak lagi ada kesalahan. Itu satu yang aku suka dari pak Hakim.
Lalu
jauh setelah itu, ada beberapa progam yang udah deal dengan beberapa
perusahaan, satu hari aku baru pulang negosiasi dengan komunitas dan beberapa
perusahaan, aku bawa kabar baik untuk Pak. Hakim. Saat dikantor pagi itu, aku
masih inget itu hari Sabtu, dan aku di beri kabar buruk oleh P. Hakim.
Saat
itu aku lagi ngobrol ma mba Siwi (Manajer Keuangan) tentang kabar baik sam bil bercanda,
baru pembukaannya saja. Tiba-tiba pak Hakim dateng dengan air muka (hahahai…
istilah baru artinya wajah/mimik muka.. bukanmimik susu tiiiittt Nona lho..
wkwkwkwkw) amat sangat kusam dan sedih sekali. Sambi berjalan, “Adit, Siwi,
sini masuk”, katanya. Tuntas aku dan mba siwi bergegas masuk, (hayo tebak masuk
mana?? Hahahahaha) sebelum aku sempat duduk, “sudah ada kepastiannya, kita
ditutup”, tegasnya. Saat itu pak Hakim jelas sangat menahan tangis, mbak siwi
juga langsung meneteskan air mata. Aku pun hanya bisa tersenyum, senyum
pesimis, berharap itu berita bohong. “ini beneran dit, sudah pasti”, semakin
tegas P. Hakim menjelaskannya. Saat itu suasana ceria berbalik menjadi isak
tangis, jantung berdegub sangat kencang, ketegangan, keputus asaan dan yang
paling berat adalah “kalian jangan bilang siapapun, kita harus tetep terbit”,
semangat akan tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin buat jantung serasa
ada ribuan kuda berlari didalamnya. Itu
kedua yang aku suka dari pimpinanku. Buat semangatku muncul kembali (bukan
untuk memperjuangkan agar tidak di tutup) tapi untuk ngerjain skripsi hehehehe…
weeiitt.. bukannya aku putus asa, tapi aku realistis, ngga ada yang bisa aku
kerjain, progam ngga bisa jalan, nambah penjualan juga percuma, wong ya Cuma mau
di tutup.
Masa
berat untuk terus diam adalah masa yang paling berat, apa lagi saat itu pacarku
baru sibuk-sibuknya, semua kujalani dengan persaan tertekan, ngga brani ketemu
orang kantor, apa lagi wartawan senior yang namanya Siorjul Munir yang slalu bersemangat
dengan mendukung progam-progam yang kubuat serta mas Dani Sudarsono yang,
bersemngat terus memberikan pendapatan iklan terbesar untuk RaMa. Ada juga maqnusia candi alias Niko Auglandy,
penggemar candi yang super cuek ini juga temen ngobrol lembur dikantor, jarang
pulang dia.
Masa
terdiam selama 2 minggu akhirnya terselesaikan saat pak Justin, pimpinan JPR
datang dan menjelaskan bahwa semua teratasi dan RaMa tidak tutup hanya menjadi
bagian dari Radar Jogja. Selain itu kabar gembira lainnya adalah semua karyawan
terdistribusi dengan baik. Beberapa hari kemudian, omongan Justin Selaku
Pimpinan tidak terbukti, hampir tidak ada yang terbukti, Cuma suara tong.
Ternyata pak Hakim, yang merupakan Senior kawakan di JP (jawa pos) telah
menduganya, ini yang sangat aku suka darinya. P. Hakim sejak awal mendengar
berita penutupan RaMa, sudah berusaha menghubungi teman-temannya untuk
distribusi karyawannya. Bahkan, bukan hanya pada temannya, menurutku pak Hakim
“menjual harga diri” untuk menghubungi tetangga kami demi karyawannya jangan
sampai terlantar dan taukah kalian, setelah semua karyawan di distribusikan ke
berbagai harian pagi lain, selain sesama JPR dan kompetitor, pak Hakim
sendirilah yang menganggur. Bukan karena PHK, tapi karena menolah di pindah tugaskan
di JP Radar Malang, Jawa Timur.
Mungkin,
itu hal bodoh, tapi menurutku, He is The Real Super Hero, dia tidak lagi peduli
pada dirinya, tapi peduli pada bawahannya, dia tidak memikirkan keluarganya,
tapi memikirkan bawahannya, dia seorang komandan yang tau bagaimana menjadi
pemimpin yang baik.
Mantan
anak buahnya judga masih berusaha menghubungi pak Hakim, teman-teman juga
sering memnanyakan kabarnya Pak. Hakim. Aku pun terkadang masih SMS ataupun chating dalam hati kami salut, dalam
hati kami bangga, dalam hati kami sedih, tapi semua itu hanya dalam hati. Kami
tentara yang sudah di gendong tandu dengan kepala terjontai dan mata menatap
komandan kami tertangkap musuh.
Ok…
kok jadi sedih-sedihan sih.. hehehehe.. pernah suatu hari, aku dan teman-teman
berkumpul, bernostaligia dan juga saling tukar kabar. Kami juga membiacarakan
sedikit tentang pimpinan kami, sekarang dan entah sampai kapan, mungkin dalam
hati ini pak Hakim masih pimpinanku. Kami sempat saling menceploskan isi hati,
dan entah kenapa kami semua (bukan beberapa) berkata “kl pak Hakim jadi pindah,
aku ikut pak Hakim.”
Segini
dulu aja ya… mungkin ngga semua bisa kuceritain, tapi yah… ku harap bukan
masalah, aku Cuma ingin share betapa senangnya aku punya pemimpin seperti M.
Khakim Kaserat.