Kalimat itu,
kalimat yang mukin akan menjadi pembelajaran, dimana aku akan mencoba
menerapkannya dalam hidupku. Yang seperti biasanya, di selaraskan dengan
jalannya kehidupanku.
Judul artikel
ini adalah apa yasng seseorang ajarkan padaku dari apa yang di ucapkan dan
beliau ceritakan. Bahwa kini (dunia marketing) yang kebanyakan lewat PR (public relation) dengan salah satu
progam agendanya pers realease atau kegiatan marketing & PR yang lain. Banyak
yang melakukan kegiatan donasi ataupun sosial yang di “gembargemborkan” lewat
berbagai media.
Pak Tri, seorang
tukang ahli pijat pengobatan alternatif. Dimana beliau bertempat tinggal di
daerah Temanggung, Magelang Jawa Tengah. Banyak pasien yang berkunjung dengan harapan
kesembuhan. Pak Tri ini merupakan Ayah dari seorang sahabat kuliah saya yang
bernama Yudo Nugroho, seorang anak bungsu dari 4 bersaudara. Aku sering
menceritakan tentang Yudo di blog ini, mungkin tidak sering, tapi beberapa kali
dia menjadi bagian cerita di blog ini.
Beliau ( Pak Tri)
bercerita sedikit tentang bagaimana dirinya menjalani kehidupan, membimbing
anak dan kehidupan di sela istirahatnya memijat ratusan (mungkin) orang yang
berkunjung sejak pukul 6 sore. Beliau bercerita sekitar 15 menit pada pukul 8
pagi yang sebelumnya beliau tidak tidur selama masih ada pasien. Beliau bercerita
berawal dari tentang yudo, cerita tokoh pewayangan, dirinya, silsilah keluarga
dan kalimat terkahir kala bercerita adalah “maaf saya baru bisa membantu begini, semoga lain
kali lebih bisa membantu, dan berikanlah pada orang yang tepat” sambil
tersenyum dan kempali pergi untuk memijat. Pria kelahiran th 1950-an ini nampak
memiliki kebijaksanaan yang besar, sosok yang mungkin bisa di jadikan panutan. Contoh
apa yang bisa dianut dari dirinya adalah dewasa ini banyak orang yang memiliki
kemampuan media hingga membuka beberapa pengobatan alternatif dengan berbagai
cara, yang memberikan tarif tertentu, sedangkan pak Tri, hanya menerima amplop
setelah memijat, tanpa membuka amplop tersebut, dan tersenyum. Hal yang saya
suka dari pak Tri adalah beliau tidak pernah melirik atau melihat amplop saat
bersalaman dengan pasien, beliau menatap mata pasien,.
Judul ini adalah
judul panjang yang berat, walaupun nampaknya suatu yang mudah dan sepele. Beberapa
hari saya memikirkanya, apakah benar kalimat ini, apakah kalimast ini punya
penerapan, apakah di jaman serba “duit” ini kalimat itu masih bisa di terpakan??
Saya mencoba menerapkannya pada diri saya, tapi ternyata, saya bukanlah orang
seperti itu, coba, sedikit saja, sebentar saja kita merenungi : “pernahkah kita
membantu orang lain?” (pasti ribuan orang yang membaca blog ini berkata
pernah), kemudian renungilah “ketika orang yang kita bantu menyakti kita atau berbuat
jahat pada kita?, apa yang kita lakukan”, “apakah dari ribuan orang yang
membaca blog ini akan berkata, “sudah di bantu malah nyusahin, wes ditulung
malah mentung, dasar ngga tau diri !!! coba liat siapa yang slalu ada buat
kamu, dan kalimat umpatan yang ain hingga memperhitungkan apa yang telah kita
berikan pada irang lain.
Judul ini,
merupakan judul yang sangat bijak dari orang yang bijak. Bagaimana beliau tersenyum,
bagai mana beliau bersikap, bagaimana beliau membangun loyalitas, bagaimana
beliau menpdikan dirinya pada setiap orang membutuhkan. Kaliamat yang beliau
ucapkan menjadi pembelajaran besar UNTUK DITERAPKAN, bukan hanya menjadi
pengalaman empiris belaka. Bagaimana seseorang bersikap yuntuk mengharhgai
orang lain, merendahkan hati, menyembunyikan tangan kiri saat meberi, berapa
orang yang sesungguhnya ikhlas. Sungguh tanpa pamrih, bayak orang yang memberi
dengan harapan dibalas oleh Tuhan, Mencari Pahala, mencari hal yang lainnya
juga.
Di saat terakhir
aku berkunjung kerumah Yudo, yudo mengatakan 1 kalimat yang akan kujadikan
bagian dari hidupku kelak ketika aku punya anak. Yudo berkata apa yang bapaknya
katakan kepadanya : “yen anak ditulung, yo bapakne sing bales, koe sesuk yo
ngono” artinya, “kalau anakku dibantu, sang ayahlah yang mebalasnya, begitu
juga kamu”. Itulah 2 kebijaksanaan yang kudapat dari Temanggung.
Dari kalimat itu
aku mengerti bagaimana bapaku selalu berkata “aku, uripku, opo sing tak golek
kabeh kanggo anakku” artinya “aku, hidupku, dan apa yang semua kucari
(kerjakan-bekerja) semua untuk anakku”. Diamana orang tua yang sering berkata “anak
adalah tanggung jawab orang tua, sapai dia mentas (mampu bertahan hidup). Aku belajar
bagai mana aku menjadi dewasa dengan cara baru yang lebih bijak sana. Dan 2
kalimat ini akan menjadi tugas selanjutnya yang harus aku kerjakan hingga
tuntas dalam hidupku sehingga aku mampu menjadi pribadi yang berguna bagi orang
lain.
Ini lah aku,
yang selalu memiliki semangat “tidak akan ada jalan buntu walau hingga hanya
salah satu indraku yang bekerja”.