Pages

1 Feb 2012

“MAAF, saya baru bisa membantu segini, semoga lain kali saya bisa lebih membantu”



Kalimat itu, kalimat yang mukin akan menjadi pembelajaran, dimana aku akan mencoba menerapkannya dalam hidupku. Yang seperti biasanya, di selaraskan dengan jalannya kehidupanku.
Judul artikel ini adalah apa yasng seseorang ajarkan padaku dari apa yang di ucapkan dan beliau ceritakan. Bahwa kini (dunia marketing) yang kebanyakan lewat PR (public relation) dengan salah satu progam agendanya pers realease atau kegiatan marketing & PR yang lain. Banyak yang melakukan kegiatan donasi ataupun sosial yang di “gembargemborkan” lewat berbagai media.
Pak Tri, seorang tukang ahli pijat pengobatan alternatif. Dimana beliau bertempat tinggal di daerah Temanggung, Magelang Jawa Tengah. Banyak pasien yang berkunjung dengan harapan kesembuhan. Pak Tri ini merupakan Ayah dari seorang sahabat kuliah saya yang bernama Yudo Nugroho, seorang anak bungsu dari 4 bersaudara. Aku sering menceritakan tentang Yudo di blog ini, mungkin tidak sering, tapi beberapa kali dia menjadi bagian cerita di blog ini.
Beliau ( Pak Tri) bercerita sedikit tentang bagaimana dirinya menjalani kehidupan, membimbing anak dan kehidupan di sela istirahatnya memijat ratusan (mungkin) orang yang berkunjung sejak pukul 6 sore. Beliau bercerita sekitar 15 menit pada pukul 8 pagi yang sebelumnya beliau tidak tidur selama masih ada pasien. Beliau bercerita berawal dari tentang yudo, cerita tokoh pewayangan, dirinya, silsilah keluarga dan kalimat terkahir kala bercerita adalah “maaf  saya baru bisa membantu begini, semoga lain kali lebih bisa membantu, dan berikanlah pada orang yang tepat” sambil tersenyum dan kempali pergi untuk memijat. Pria kelahiran th 1950-an ini nampak memiliki kebijaksanaan yang besar, sosok yang mungkin bisa di jadikan panutan. Contoh apa yang bisa dianut dari dirinya adalah dewasa ini banyak orang yang memiliki kemampuan media hingga membuka beberapa pengobatan alternatif dengan berbagai cara, yang memberikan tarif tertentu, sedangkan pak Tri, hanya menerima amplop setelah memijat, tanpa membuka amplop tersebut, dan tersenyum. Hal yang saya suka dari pak Tri adalah beliau tidak pernah melirik atau melihat amplop saat bersalaman dengan pasien, beliau menatap mata pasien,.
Judul ini adalah judul panjang yang berat, walaupun nampaknya suatu yang mudah dan sepele. Beberapa hari saya memikirkanya, apakah benar kalimat ini, apakah kalimast ini punya penerapan, apakah di jaman serba “duit” ini kalimat itu masih bisa di terpakan?? Saya mencoba menerapkannya pada diri saya, tapi ternyata, saya bukanlah orang seperti itu, coba, sedikit saja, sebentar saja kita merenungi : “pernahkah kita membantu orang lain?” (pasti ribuan orang yang membaca blog ini berkata pernah), kemudian renungilah “ketika orang yang kita bantu menyakti kita atau berbuat jahat pada kita?, apa yang kita lakukan”, “apakah dari ribuan orang yang membaca blog ini akan berkata, “sudah di bantu malah nyusahin, wes ditulung malah mentung, dasar ngga tau diri !!! coba liat siapa yang slalu ada buat kamu, dan kalimat umpatan yang ain hingga memperhitungkan apa yang telah kita berikan pada irang lain.
Judul ini, merupakan judul yang sangat bijak dari orang yang bijak. Bagaimana beliau tersenyum, bagai mana beliau bersikap, bagaimana beliau membangun loyalitas, bagaimana beliau menpdikan dirinya pada setiap orang membutuhkan. Kaliamat yang beliau ucapkan menjadi pembelajaran besar UNTUK DITERAPKAN, bukan hanya menjadi pengalaman empiris belaka. Bagaimana seseorang bersikap yuntuk mengharhgai orang lain, merendahkan hati, menyembunyikan tangan kiri saat meberi, berapa orang yang sesungguhnya ikhlas. Sungguh tanpa pamrih, bayak orang yang memberi dengan harapan dibalas oleh Tuhan, Mencari Pahala, mencari hal yang lainnya juga.
Di saat terakhir aku berkunjung kerumah Yudo, yudo mengatakan 1 kalimat yang akan kujadikan bagian dari hidupku kelak ketika aku punya anak. Yudo berkata apa yang bapaknya katakan kepadanya : “yen anak ditulung, yo bapakne sing bales, koe sesuk yo ngono” artinya, “kalau anakku dibantu, sang ayahlah yang mebalasnya, begitu juga kamu”. Itulah 2 kebijaksanaan yang kudapat dari Temanggung.
Dari kalimat itu aku mengerti bagaimana bapaku selalu berkata “aku, uripku, opo sing tak golek kabeh kanggo anakku” artinya “aku, hidupku, dan apa yang semua kucari (kerjakan-bekerja) semua untuk anakku”. Diamana orang tua yang sering berkata “anak adalah tanggung jawab orang tua, sapai dia mentas (mampu bertahan hidup). Aku belajar bagai mana aku menjadi dewasa dengan cara baru yang lebih bijak sana. Dan 2 kalimat ini akan menjadi tugas selanjutnya yang harus aku kerjakan hingga tuntas dalam hidupku sehingga aku mampu menjadi pribadi yang berguna bagi orang lain.
Ini lah aku, yang selalu memiliki semangat “tidak akan ada jalan buntu walau hingga hanya salah satu indraku yang bekerja”.